Senin, 25 April 2016

Asuhan Keperawatan Atresia Ani




MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ATRESIA ANI





Dosen Pengampu:
Ns. Moh.Roni Al-Faqih, S.Kep

         Disusun oleh kelompok 4:
Kelas A/Semester 5
1.Ahmad Nawawi (01314006) 
2.Deddy Endra. S (01314014)
3.Hartining (01314028)
4.Lutfi Andi Fransiska (01314037)
5.Riska Maulida Saropina (01314050)
6.Ulfa Hardianti (01314060)


  
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO
2015








KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum w. w.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang karena limpahan rahmat dan kekuatan yang diberikan kepada kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah Askep yang berjudul “Atresia Ani”, sebagai pemenuhan nilai tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Tentunya ada pihak-pihak yang turut berperan dalam terselesaikannya makalah ini. Untuk itu penyusun sampaikan ucapan terimakasih kepada Ns.Roni Al-Faqih, S.Kep selaku dosen pengampu yang telah memberikan tugas pembuatan makalah  Askep ini. Dan tak lupa penyusun sampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman sejawat yang telah memberikan support kepada kami sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Askep ini.
Penyusun telah menyusun makalah Askep ini dengan sebaik-baiknya, namun pastilah masih memiliki kekurangan. Maka dari itu, penyusun berharap banyak masukan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah Askep ini agar menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi penyusun dan pembaca. 
Wabilahi taufik walhidayah wa ridho wal inayah tsumasalammu’alaikum w. w.

Bojonegoro, 16 Desember 2015

Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh  kelainan kongenital  anorektal  didapatkan  1  dari  tiap  5000-10000 kelahiran,  sedangkan  atresia ani  didapatkan  1%  dari  seluruh  kelainan kongenital pada  neonatus  dan  dapat muncul  sebagai  penyakit  tersering. Jumlah pasien  dengan  kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden  terjadinya  atresia  ani berkisar  dari  1500-5000  kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 %  bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada  laki-laki  dan  perempuan  adalah  anus  imperforata  dengan  fistula antara usus   distal   uretra   pada   laki-laki   dan   vestibulum vaginapada perempuan (Alpers,2006).Angka  kajadian  kasus  di  Indonesia  sekitar  90%.  Berdasarkan  dari
data  yang  didapatkan  penulis,  kasus  atresia  ani  yang  terjadi  di  Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.Menyikapi   kasus yang demikian   serius   akibat   dari   komplikasi penyakit  atresia  ani,  maka  penulis mengangkat  kasus  atresia  ani  untuk  lebih  memahami  perawatan  pada  pasien  dengan  atresia  ani. 

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana konsep teori medis dari Atresia Ani pada anak?
1.2.2   Bagaimana asuhan keperawatan teori dari Atresia Ani pada anak?

1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah yang disebutkan sebelumnya maka tujuan penulisan makalah asuhan keperawatan ini sebagai berikut:
1.      Mengetahui dan memahami definisi dari Atresia Ani.
2.      Mengetahui dan memeahami konsep teori medis dari Atresia Ani.
3.      Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan teori dari dari Atresia Ani,yang terdiri dari pengkajian,diagnosa keperawatan,intervensi,implementasi, dan evaluasi.



1.4  Manfaat
1.4.1   Bagi penulis
Dengan adanya penyusun askep ini,penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai Atresia Ani.
1.4.2   Bagi pembaca
Adanya penyusun askep ini supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi pembaca. Selain itu,dapat dimanfaatkan sebagai sumber bacaan untuk menambah atau memahami tentang Atresia Ani.








BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1  DEFINISI
 Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada,trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena  bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
2.2  ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.      Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpalubang dubur.
2.      Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3.      Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental
dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom 21)
4.      Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
2.3  MANIFESTASI KLINIS
1.       Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3.      Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4.      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5.      Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6.      Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7.      Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)


2.4  PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. 1.3 Manifestasi klinis  Diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).




2.6  KLASIFIKASI
1.      Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2.      Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3.       Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus.
4.      Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.
2.7  KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
1.      Asidosis hiperkloremia.
2.      Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3.       Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4.      Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).
5.      Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6.      Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
7.      Prolaps mukosa anorektal.
8.      Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah, 2005)
2.8  PEMERIKSAAN  PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1.      Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2.      Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3.       Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4.      Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5.      Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6.      Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

2.9  PENATALAKSANAAN
1.      Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal
yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada
bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
2.      Pengobatan
Aksisi membran anal (membuat anus buatan),  Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205)











BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ATRESIA ANI
33.1  PENGKAJIAN
3.1.1   Anamnesa
1.      Identitas pasien
Meliputi nama,umur,tempat tanggal lahir,jenis kelamin,agama,suku bangsa,pendidikan,pekerjaan,No.CM,tanggal MRS,diagnosa medis.
2.      Keluhan Utama : Distensi abdomen
3.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
b.      Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
c.       Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain.
3.2  PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Head to toe
1.      Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2.      Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3.      Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4.      Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak
ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

5.      Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.
                6. Telinga
                   Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
                   Sempurna
7.      Thorak
8.      Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,pernafasan normal Jantung Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
9.      Abdomen Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
10.  Getalia Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
11.  Anus Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
12.  Ektrimitas atas dan bawah Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
13.  Punggung Tidak ada penonjolan spina gifid
14.  Pemeriksaan Reflek
3.3  DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.3.1   Dx pre operasi
1.      Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3.      Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
3.3.2   Dx Post Operasi
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
2.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
3.      Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa pre operasi
No.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Konstipasi b/d ganglion
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Klien mampu
mempertahankan
pola eliminasi
BAB dengan
Teratur

KH : Penurunan
distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
1.Lakukan enema
atau irigasi rectal
sesuai order
 2. Kaji bising usus
dan abdomen setiap
4 jam
3.Ukur lingkar abdomen
1.Evaluasi bowel
meningkatkan
kenyaman pada anak
 2. Meyakinkan
berfungsinya usus
 3. Pengukuran
lingkar abdomen
membantu
mndeteksi trjadinya
distensi
2.
Resiko kekurangan volume cairan b/d menurunnya intake, mual-muntah
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Klien dapat
mempertahankan
keseimbangan
cairan
KH: Output urin
1-2
ml/kg/jam, capill
ary refill 3-5
detik, trgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab
1.Monitor intake –output cairan
 2. Lakukan
pemasangan infus
dan berikan cairan
IV
 3. Observasi TTV
4.Monitor status
hidrasi (kelembaban
membran mukosa,
nadi adekuat,tekanan darah ortostatik
1.Dapat
mengidentifikasi
status cairan klien
 2. Mencegah
dehidrasi
 3. Mengetahui
kehilangan cairan
melalui suhu tubuh
yang tinggi
4. Mengetahui tandatanda dehidrasi
3
Cemas
orang tua
b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan
prosedur
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Kecemasan orang
tua dapat
berkurang
KH: Klien tidak lemas
1. Jelaskan dg
istilah yg
dimengerti tentang
anatomi dan
fisiologi saluran
pencernaan normal.
2. Gunakan alat,
media dan gambar
 Beri jadwal studi
diagnosa pada
orang tua
 3. Beri informasi
pada orang tua
tentang operasi
kolostomi
1. Agar orang tua
mengerti kondisi
klien
2. Pengetahuan
tersebut diharapkan
dapat membantu
menurunkan
kecemasan
 3. Membantu
mengurangi
kecemasan klien

2.Diagnosa post operasi
No.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Kerusakan integritas kulit b/d kolostomi
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam
diharapkan
integritas kulit
dapat dikontrol.
KH : - temperatur
jaringan dalam
batas normal,
sensasi dalam batas
normal, elastisitas
dalam batas normal, Hidrasi dalam batas
normal, pigmentasi
dalam batas normal,
perfusi jaringan baik
1.Hindari kerutan
pada tempat tidur
2. Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
3. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
4. Oleskan
lotion/baby oil
pada daerah yang tertekan
5. Monitor status
Nutrisi klien
1.Mencegah
perlukaan pada
kulit
2. Menjaga
ketahanan kulit
3. Mengetahui
adanya tanda
kerusakan
jaringan kulit
4. Menjaga
kelembaban
kulit
5. Menjaga
keadekuatan
nutrisi guna
penyembuhan
luka
2
Resiko
infeksi b/d
prosedur
pembedahan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam
diharapkan klien
bebas dari tandatanda infeksi
KH : bebas dari
tanda dan gejala infeksi
1.Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Pertahankan
teknik cairan
asepsis pada klien
yang beresiko
4. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
5.Ajarkan keluarga
klien tentang
tanda dan gejala
infeksi
6. Laporkan
kecurigaan infeksi
1. mengetahui
tanda infeksi
lebih dini
2. menghindari
kontaminasi
dari pengunjung
3. mencegah
penyebab infeksi

4.mengetahui
kebersihan luka
dan tanda
infeksi
5. Gejala infeksi
dapat di deteksi
lebih dini
6. Gejala infeksi
dapat segera
teratasi

3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
  Tindakan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
·         Diagnosa Pre Operasi
Hari,Tgl dan Waktu
No.Dx
Implementasi
Respon Tindakan
TTD
.............
Konstipasi
b/d ganglion
1.Enema atau irigasi rectal sesuai
order
2.Mengauskultasi bising usus dan
abdomen
3. Mengukur lingkar abdomen


............
Resiko
kekurangan
volume cairan
b/d
menurunnya
intake, mual muntah
1.Memonitor intake – output cairan
2. Memasang infus
3. Mengobservasi TTV
4. Memonitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, takanan darah ortostatik)


.............
Cemas orang
tua b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit dan
prosedur
perawatan
1.Menjelaskan dengan istilah yg
dimengerti tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal.
2. Menggunakan alat, media dan
gambar
2. Memberi jadwal studi diagnosa
pada orang tua
3. Memberi informasi pada orang
tua tentang operasi kolostomi





·         Diagnosa Post Operasi
Hari,Tgl, dan Waktu
No.Dx
Implementasi
Respon Tindakan
TTD
.............
Kerusakan integritas kulit b/d kolostomi
1.Menghindarkan kerutan pada
tempat tidur
2. Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
3. Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
5. Memonitor status nutrisi klien


.............
Resiko infeksi
b/d prosedur
pembedahan
1.Memonitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik cairan
asepsis pada klien yang beresiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan infeksi








BAB 4

PENUTUP
4      4.1  Kesimpulan
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh  kelainan kongenital  anorektal  didapatkan  1  dari  tiap  5000-10000 kelahiran,  sedangkan  atresia ani  didapatkan  1%  dari  seluruh  kelainan kongenital pada  neonatus  dan  dapat muncul  sebagai  penyakit  tersering. Jumlah pasien  dengan  kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden  terjadinya  atresia  ani berkisar  dari  1500-5000  kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki.

4.2  Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak, sehingga kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak tersebut. Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.










DAFTAR PUSTAKA
Daengaoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id
http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar