MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ATRESIA ANI
Dosen
Pengampu:
Ns.
Moh.Roni Al-Faqih, S.Kep
Disusun oleh kelompok 4:
Kelas A/Semester 5
1.Ahmad
Nawawi (01314006)
2.Deddy
Endra. S (01314014)
3.Hartining
(01314028)
4.Lutfi
Andi Fransiska (01314037)
5.Riska
Maulida Saropina (01314050)
6.Ulfa
Hardianti (01314060)
PRODI
S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES
INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO
2015
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum w. w.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT.
Yang karena limpahan rahmat dan kekuatan yang diberikan kepada kami dalam
menyelesaikan penyusunan makalah Askep yang berjudul “Atresia Ani”, sebagai
pemenuhan nilai tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Tentunya ada pihak-pihak yang turut berperan dalam
terselesaikannya makalah ini. Untuk itu penyusun sampaikan ucapan terimakasih
kepada Ns.Roni Al-Faqih, S.Kep selaku dosen pengampu yang telah memberikan
tugas pembuatan makalah Askep ini. Dan
tak lupa penyusun sampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman sejawat yang
telah memberikan support kepada kami sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah Askep ini.
Penyusun telah menyusun makalah Askep ini dengan
sebaik-baiknya, namun pastilah masih memiliki kekurangan. Maka dari itu, penyusun
berharap banyak masukan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah
Askep ini agar menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi penyusun dan
pembaca.
Wabilahi taufik walhidayah wa ridho wal inayah
tsumasalammu’alaikum w. w.
Bojonegoro, 16
Desember 2015
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Atresia
ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal
didapatkan 1 dari
tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1%
dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus
dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah
pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan. Insiden
terjadinya atresia ani berkisar
dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak
terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi
yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering
pada laki-laki dan
perempuan adalah anus
imperforata dengan fistula antara usus distal
uretra pada laki-laki
dan vestibulum vaginapada
perempuan (Alpers,2006).Angka
kajadian kasus di
Indonesia sekitar 90%.
Berdasarkan dari
data yang
didapatkan penulis, kasus
atresia ani yang
terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar
50 % dari tahun 2007-2009.Menyikapi
kasus yang demikian serius akibat
dari komplikasi penyakit atresia
ani, maka penulis mengangkat kasus
atresia ani untuk
lebih memahami perawatan
pada pasien dengan
atresia ani.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana konsep teori medis dari
Atresia Ani pada anak?
1.2.2
Bagaimana asuhan keperawatan teori dari
Atresia Ani pada anak?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah
yang disebutkan sebelumnya maka tujuan penulisan makalah asuhan keperawatan ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui
dan memahami definisi dari Atresia Ani.
2. Mengetahui
dan memeahami konsep teori medis dari Atresia Ani.
3. Mengetahui
dan memahami asuhan keperawatan teori dari dari Atresia Ani,yang terdiri dari
pengkajian,diagnosa keperawatan,intervensi,implementasi, dan evaluasi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi
penulis
Dengan adanya penyusun
askep ini,penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai Atresia Ani.
1.4.2 Bagi
pembaca
Adanya penyusun askep
ini supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi pembaca. Selain itu,dapat
dimanfaatkan sebagai sumber bacaan untuk menambah atau memahami tentang Atresia
Ani.
BAB 2
LAPORAN
PENDAHULUAN
2.1 DEFINISI
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed
3 tahun 2002). Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
(sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia
Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna L. Wong, 520 : 2003). Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak
ada,trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau
rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena
bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh,
misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani
memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu
memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
2.2 ETIOLOGI
Etiologi
secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpalubang
dubur.
2. Kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam
usia kehamilan.
Berkaitan
dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental
dan
fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom
21)
4. Atresia
ani adalah suatu kelainan bawaan.
2.3 MANIFESTASI
KLINIS
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama
setelah kelahiran.
2. Tidak
dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium
keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi
bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
5. Bayi
muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada
pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut
kembung. (Betz. Ed 7. 2002)
2.4 PATOFISIOLOGI
Atresia
ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.
Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon
antara 7 dan 10
mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal mengalami obstruksi. 1.3 Manifestasi
klinis Diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia,
sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi
berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan
organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak
rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).
2.6 KLASIFIKASI
1. Anal
stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus
atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada
daging diantara rektum dengan anus.
4. Rektal
atresia adalah tidak memiliki rektum.
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
1. Asidosis
hiperkloremia.
2. Infeksi
saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi
jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan
perut dianastomosis).
5. Masalah
atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia
(akibat stenosis awal atau impaksi).
7. Prolaps
mukosa anorektal.
8. Fistula
(karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah, 2005)
2.8 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Untuk
memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan
pada gangguan ini.
2. Jika
ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik
wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound
dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi
jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan
radiologis dapat ditemukan
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Terapi
pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal
yaitu
dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada
bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal
melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
2. Pengobatan
Aksisi
membran anal (membuat anus buatan), Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi
sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ATRESIA ANI
33.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Anamnesa
1. Identitas
pasien
Meliputi
nama,umur,tempat tanggal lahir,jenis kelamin,agama,suku
bangsa,pendidikan,pekerjaan,No.CM,tanggal MRS,diagnosa medis.
2. Keluhan
Utama : Distensi abdomen
3. Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat
Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
b. Riwayat
Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama kelahiran
c. Riwayat
Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/ penyakit
menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain.
3.2 PEMERIKSAAN
FISIK
Pemeriksaan Fisik Head
to toe
1. Tanda-tanda
vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32
X/menit.
• Suhu axila :37º
Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak
ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor, tidak ada caput
succedanium, tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak
konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak
nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak
ada luka, tidak ada secret, tidak
ada pernafasan cuping hidung, tidak ada pus
dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak
macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang
simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
Sempurna
7. Thorak
8. Bentuk
dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,pernafasan normal
Jantung Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
9. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak terdapat
perdarahan pada umbilicus
10. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia pada
penis, tidak ada hernia sorotalis.
11. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak
ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh
jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
12. Ektrimitas
atas dan bawah Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
13. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
14. Pemeriksaan
Reflek
3.3 DIAGNOSA
KEPERAWATAN
3.3.1 Dx
pre operasi
1. Konstipasi
berhubungan dengan aganglion.
2. Risiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3. Cemas
orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
3.3.2 Dx
Post Operasi
1. Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
2. Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
3. Resiko
infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3.4
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
pre operasi
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Konstipasi b/d ganglion
|
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Klien mampu
mempertahankan
pola eliminasi
BAB dengan
Teratur
KH : Penurunan
distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
|
1.Lakukan enema
atau irigasi rectal
sesuai order
2. Kaji bising usus
dan abdomen setiap
4 jam
3.Ukur lingkar abdomen
|
1.Evaluasi bowel
meningkatkan
kenyaman pada anak
2. Meyakinkan
berfungsinya usus
3. Pengukuran
lingkar abdomen
membantu
mndeteksi trjadinya
distensi
|
2.
|
Resiko kekurangan volume cairan b/d
menurunnya intake, mual-muntah
|
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Klien dapat
mempertahankan
keseimbangan
cairan
KH: Output urin
1-2
ml/kg/jam, capill
ary refill 3-5
detik, trgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab
|
1.Monitor intake –output cairan
2. Lakukan
pemasangan infus
dan berikan cairan
IV
3. Observasi TTV
4.Monitor status
hidrasi (kelembaban
membran mukosa,
nadi adekuat,tekanan darah ortostatik
|
1.Dapat
mengidentifikasi
status cairan klien
2. Mencegah
dehidrasi
3. Mengetahui
kehilangan cairan
melalui suhu tubuh
yang tinggi
4. Mengetahui tandatanda dehidrasi
|
3
|
Cemas
orang tua
b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit
dan
prosedur
|
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Kecemasan orang
tua dapat
berkurang
KH: Klien tidak lemas
|
1. Jelaskan dg
istilah yg
dimengerti tentang
anatomi dan
fisiologi saluran
pencernaan normal.
2. Gunakan alat,
media dan gambar
Beri jadwal studi
diagnosa pada
orang tua
3. Beri informasi
pada orang tua
tentang operasi
kolostomi
|
1. Agar orang tua
mengerti kondisi
klien
2. Pengetahuan
tersebut diharapkan
dapat membantu
menurunkan
kecemasan
3. Membantu
mengurangi
kecemasan klien
|
2.Diagnosa post operasi
No.
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kerusakan integritas kulit b/d
kolostomi
|
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam
diharapkan
integritas kulit
dapat dikontrol.
KH : - temperatur
jaringan dalam
batas normal,
sensasi dalam batas
normal, elastisitas
dalam batas normal, Hidrasi dalam
batas
normal, pigmentasi
dalam batas normal,
perfusi jaringan baik
|
1.Hindari kerutan
pada tempat tidur
2. Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
3. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
4. Oleskan
lotion/baby oil
pada daerah yang tertekan
5. Monitor status
Nutrisi klien
|
1.Mencegah
perlukaan pada
kulit
2. Menjaga
ketahanan kulit
3. Mengetahui
adanya tanda
kerusakan
jaringan kulit
4. Menjaga
kelembaban
kulit
5. Menjaga
keadekuatan
nutrisi guna
penyembuhan
luka
|
2
|
Resiko
infeksi b/d
prosedur
pembedahan
|
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam
diharapkan klien
bebas dari tandatanda infeksi
KH : bebas dari
tanda dan gejala infeksi
|
1.Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Pertahankan
teknik cairan
asepsis pada klien
yang beresiko
4. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
5.Ajarkan keluarga
klien tentang
tanda dan gejala
infeksi
6. Laporkan
kecurigaan infeksi
|
1. mengetahui
tanda infeksi
lebih dini
2. menghindari
kontaminasi
dari pengunjung
3. mencegah
penyebab infeksi
4.mengetahui
kebersihan luka
dan tanda
infeksi
5. Gejala infeksi
dapat di deteksi
lebih dini
6. Gejala infeksi
dapat segera
teratasi
|
3.5
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan dilakukan sesuai dengan intervensi
yang telah dibuat.
·
Diagnosa Pre Operasi
Hari,Tgl dan Waktu
|
No.Dx
|
Implementasi
|
Respon Tindakan
|
TTD
|
.............
|
Konstipasi
b/d ganglion
|
1.Enema atau irigasi rectal sesuai
order
2.Mengauskultasi bising usus dan
abdomen
3. Mengukur lingkar abdomen
|
||
............
|
Resiko
kekurangan
volume cairan
b/d
menurunnya
intake, mual muntah
|
1.Memonitor intake – output cairan
2. Memasang infus
3. Mengobservasi TTV
4. Memonitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, takanan darah ortostatik)
|
||
.............
|
Cemas orang
tua b/d kurang
pengetahuan
tentang
penyakit dan
prosedur
perawatan
|
1.Menjelaskan dengan istilah yg
dimengerti tentang anatomi dan
fisiologi saluran pencernaan normal.
2. Menggunakan alat, media dan
gambar
2. Memberi jadwal studi diagnosa
pada orang tua
3. Memberi informasi pada orang
tua tentang operasi kolostomi
|
·
Diagnosa Post Operasi
Hari,Tgl, dan Waktu
|
No.Dx
|
Implementasi
|
Respon Tindakan
|
TTD
|
.............
|
Kerusakan integritas kulit b/d kolostomi
|
1.Menghindarkan kerutan pada
tempat tidur
2. Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
3. Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
5. Memonitor status nutrisi klien
|
||
.............
|
Resiko infeksi
b/d prosedur
pembedahan
|
1.Memonitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik cairan
asepsis pada klien yang beresiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan infeksi
|
BAB 4
PENUTUP
4 4.1 Kesimpulan
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru
lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan
1 dari tiap
5000-10000 kelahiran,
sedangkan atresia ani didapatkan
1% dari seluruh
kelainan kongenital pada
neonatus dan dapat muncul
sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan
kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien
perempuan. Insiden terjadinya atresia
ani berkisar dari 1500-5000
kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai
seorang perawat mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada
anak, sehingga kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap
anak tersebut. Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Daengaoes,
Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Ngastiyah.1995.
perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat,
R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong,
Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC
www.
Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id
http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar